Langsung ke konten utama

KEBIJAKAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

                            BAB. I
PENDAHULUAN

          1.1.        Latar Belakang
Sudah saatnya bidang ketenagakerjaan menjadi suatu kebijakan publik  yang tidak bisa ditawar untuk Kesehatan dan keselamatan para pekerja, denga melibatkan berbagai sektor sehingga ketenagaan akan menghasilkan suatu kebijakan publik yang bisa melindungi para pekerja baik di sektor formal maupun informal.

Kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan/kepemimpinan dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan menjamin keutuhan serta kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera.
Berdasarkan undang undang Nomor 1 TAHUN 1970 tentang keselamatan kerja bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional, setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja terjamin pula keselamatannya, setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien serta perlu diadakan segala daya upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja;
Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2013, satu pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) ILO mencatatat angka kematian dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun. Sementara itu, hasil laporan pelaksanaan kesehatan kerja di 26 Provinsi di Indonesia tahun 2013, jumlah kasus penyakit umum pada pekerja ada sekitar 2.998.766 kasus, dan jumlah kasus penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan berjumlah 428.844 kasus (depkes.go.id). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mencatat bahwa sepanjang tahun 2013 jumlah pesertanya yang mengalami kecelakaan kerja sebanyak 129.911 orang, 75,8% yang menjadi korban adalah pekerja laki-laki, 69,59% dari kecelakaan tersebut terjadi di dalam perusahaan, 10,26% terjadi di luar perusahaan dan sisanya sekitar 20,15%.

Berdarkan latar belakang dengan data tentang kecelakaan kerja bagaimana konsep kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja.
1.2.     Tujuan
Untuk mengetahui Kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang meliputi Kriteria, Konsep, Penyusunan, Bagian-bagian serta Tanggung Jawab Manajemen Kesehatan dan Keselamatan kerja


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Pengertian Kesehatan Kerja menurut joint ILO/WHO Committee 1995 ialah penyelenggaraan dan pemeliharaan derajat setinggi-tingginya dari kesehatan fisik, mental dan sosial tenaga kerja di semua pekerjaan, pencegahan gangguan kesehatan tenaga kerja yang disebabkan kondisi kerjanya, perlindungan tenaga kerja terhadap resiko faktor-faktor yang mengganggu kesehatan, penempatan dan pemeliharaan tenaga kerja di lingkungan kerja sesuai kemampuan fisik dan psikologisnya, dan sebagai kesimpulan ialah penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan manusia kepada pekerjaannya.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. (Ridley, 2004). Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. (Armanda, 2006). Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. (Ramli, 2010). Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 Bagian 6 Tentang Kesehatan Kerja, pada Pasal 23 berisi: 1) Kesehatan kerja disenggelarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. 2) Kesehatan kerja meliputi perlindungan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja. 3) Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja. Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga oleh karena latar belakang peristiwa itu tidak terdapat adanya unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai pada yang paling berat. (Austen dan Neale, 1991).
  
2.2. Pengertian Kebijakan
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan/kepemimpinan dan cara bertindak (Balai Pustaka, 2007). Menurut Ealau dan Pewitt (1973) (Edi Suharto, 2008), kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku, dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang baik dari yang membuat atau yang melaksanakan kebijakan tersebut. Menurut Titmuss (1974) (Edi Suharto,2008), kebijakan adalah prinsip prinsip yang mengatur tindakan dan diarahkan pada tujuan tertentu. Kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Carl Friedrich, kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluangpeluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Anderson merumuskan kebijakan sebagai langkah tindakan secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi (Winarno,Budi,2002)
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas disimpulkna bahwa kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan/kepemimpinan dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera.
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas disimpulkan bahwa kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan/kepemimpinan dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera.
2.3. Landasan Hukum Peraturan dan Perundang-undangan
Di indonesia, terdapat undang- undang khusus yang memang sengaja dibuat untuk membahas menegenai kesehatan dan keselamatan kerja yaitu Undang-undang No.13 Tahun 2003: UU tentang Ketenaga Kerjaan, dalam Pasal 87 ayat 1 mengamanatkan bahwa: Setiap Perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Perusahaan. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yang memuat ketentuan-ketentuan pokok mengenai penerapan dan pelaksanaan syarat-syarat K3. Peraturan Pemerintah RI No.50 Tahun 2012, tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dalam Pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 menyatakan bahwa: Setiap Perusahaan wajib menerapkan SMK3 bagi Perusahaan Mempekerjakan pekerja / buruh paling sedikit 100 (seratus) orang atau Mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi. Permenaker No.5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Dengan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) organisasi dapat mengelola Kesematan dan Kesehatan Kerja dengan mengontrol setiap kegiatan bisnis organisasi. Sebuah sistem yang praktis dan masuk kedalam struktur organisasi, aktifitas perencanaan, tugas dan tanggung jawab, proses dan sumber daya yang dikembangkan, penerapan, pencapaian, peninjauan dan pemeliharaan Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja organisasi. Ada beberapa peraturan perturan tetang kesehatan kerja
1.    Undang-undang Nomor 01 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2.    Undang-undang nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
3.    Undang-undang nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagaan Kerjaan
4.    Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 (tiga) dan pasal 8 (delapan).
5.    Peraturan Menteri Perburuhan no 7 Tahun 1964 tentang Syarat-Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan di Tempat Kerja.
6.    Permenaker No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
7.    Permenaker No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
8.    Permenaker No 3 Tahun 1983 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.

2.4. Elemen kesehatan dan keselamatan kerja
Elemen kesehatan dan keselamatan kerja terdiri dari elemen administratif dan elemen aksi yang terdiri dari 8 program diuraikan secara ringkas, sebagai berikut:
1)    Manual K3 (Prosedur dan Acuan)
Sebuah manual K3 merupakan dasar dari efektifitas system manajemen K3. Tanpa prosedur dan acuan dasar, upaya pengendalian kerugian akan tidak terkoordinasi dan berjalan serampangan.  Segala masalah yang timbul akan ditangani bilamana muncul, daripada penanganan yang berorientasi secara sistematik.
Terdapat banyak macam cara yang berbeda bagaimana menyusun sebuah manual, tergantung kebutuhan. Kriteria yang penting dari sebuah manual adalah:
1)    Mudah digunakan (user friendly), yaitu terdapat tatanan isi yang logis untuk memudahkan pencarian prosedur.
2)    Sistem indeks dan penomoran yang memudahkan proses pengisian arsip yang baru maupun yang direvisi.
3)    Sistem indeks dan penomoran harus dapat diperluas mencakup sistem klasifikasi yang besar sehingga prosedur baru di kemudian hari dapat masuk dengan mudah ke dalam sistem.
4)    Sistem indeks dan penomoran memiliki referensi arsip sehingga tambahan bahan dapat disimpan dan ditempatkan secara mudah.
2)    Komite Dan Koordinator K3 Komite K3
Jumlah komite K3 tergantung dari organisasi dan manajemen strukturnya. “Top-Down” otokratis organisasi akan memiliki sedikit komite. Sedangkan  lainnya mungkin partisipatif dan konsensus dengan memiliki variasi tanggung jawab.
Apa manfaat dari komite K3?  Tujuan umum dari program K3 yang sistematis adalah mencegah kecelakaan. Untuk mencapai tujuan ini, sistem harus terarah pada target mencari dan mengendalikan bahaya. Manfaat penting dari komite dalam menemukan dan mengendalikan bahaya adalah:
Pengalaman dan keahlian dapat terpadu. Keterpaduan ini bersama-sama dalam suatu urun rembug masalah akan menghasilkan pengembangan yang inovatif dan pemecahan masalah yang praktis.
1.  Kesempatan bagi sejumlah orang untuk bekerja sama dalam suatu pertemuan dan menghasilkan komunikasi yang lebih baik.
2.  Rekomendasi dari komite, terutama masalah yang kontraversi, akan dapat diterima lebih positif oleh anggota lainnya di organisasi.
Secara garis besar komite dikategorikan sebagai berikut:
a.    Komite K3 eksekutif
b.    Komite Program K3 – pelatihan, rekognisi, dan pengendalian bahaya.
c.    Komite K3 Departemen
d.    Komite K3 Teknis – seperti untuk urusan pelistrikan, APD, Alat angkat Crane dsb.
Koordinator K3
Program koordinator K3 didisain untuk menyediakan dukungan dan bantuan kepada manajemen departemen. Posisi ini biasanya tugas paruh-waktu. Tugas seorang koordinator K3 adalah membantu manajer departemen untuk urusan administratif  beberapa program, termasuk menentukan titik-titik lemah dari program dan membuat rekomendasi untuk penyempurnaannya.
Petugas professional K3 harus bertemu secara rutin dengan semua koordinator untuk memberikan arahan dan pelatihan yang diperlukan. Koordinator K3 tidak mengambil alih fungsi pengawas lini depan dalam hal K3. Fungsi utama dari koordinator K3 ini adalah membantu manajer unit dalam hal administrasi program K3.
3)    Pelatihan K3
Elemen pelatihan pada sistem ini biasanya diberikan oleh karyawan yang telah mendapatkan spesialis pelatihan sebagai instruktur.  Banyak pelatihan yang wajib diikuti oleh karyawan berdasarkan peraturan dan perundangan.  Berikut pelatihan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja:
a.    Orientasi pegawai baru.
b.    Pelatihan untuk pengawas.
c.    Komunikasi bahan berbahaya.
d.    Operator pengelolaan limbah berbahaya.
e.    Perlindungan pendengaran.
f.     Perlindungan pernapasan.
g.    Confined space
h.    Lockout/tagout (LOTO)
i.      Emergency response
j.      Crane operation
k.    Scaffold erection and dismantling
l.      dsb
4)    Inspeksi K3
Inspeksi K3 dilaksanakan oleh karyawan yang memiliki pengalaman dan tingkat kompetensi yang cukup untuk mengenali bahaya di tempat kerja dan memberikan solusi yang cukup untuk tindakan perbaikan atau kontrol. Frekuensi dan ruang lingkup inspeksi tergantung dari jenis dan tingkat bahaya yang mungkin timbul dan kompleksitas dari operasi. Inspeksi yang efektif harus mencakup tiga elemen penting: penugasan tanggung jawab, inspeksi yang menekankan pada inspeksi masalah internal, dan tindak lanjut tindakan perbaikan.
5)    Pengendalian Bahaya
Bahaya potensial di tempat kerja harus dikenali dan dikendalikan dengan menetapkan prosedur dan menggunakan cara sebagai berikut:
•    Teknik enjinering jika memungkinkan dan mencukupi
•    Menetapkan prosedur bekerja secara aman untuk diikuti oleh semua pihak yang terkena, pelatihan, penegakan aturan, dan sistem  disiplin yang dikomunikasikan dengan baik.
•    Pengendalian administratif dengan cara mengurangi waktu pemajanan
•    Penggunaan Alat Pelindung Diri.
Bahaya di tempat kerja yang teridentifikasi harus dievaluasi potensial efeknya untuk menentukan prioritas pengendaliannya. Dalam penentuan prioritas digunakan sistem rating dari resiko.
6)     Analisis Bahaya Pekerjaan
Analisis bahaya pekerjaan sudah menjadi bagian dari program pencegahan kecelakaan. Analisis Bahaya Pekerjaan ini membantu pemahaman tentang bahaya yang mungkin ada di dalam suatu pekerjaan dan bagaimana mencegah agar tidak menyebabkan cedera dengan cara mengikuti langkah-langkah pencegahannya yang direkomendasikan.
Analisis ini terdiri dari pengamatan langkah-langkah pekerjaan, apa bahayanya, dan bagaimana tindakan kontrolnya. Apa bahayanya menyangkut apa-apa saja tindakan yang mungkin dilakukan secara tidak benar oleh pekerja sehingga menyebabkan kecelakaan. Sedangkan bagaimana tindakan kontrolnya berkenaan dengan apa-apa saja yang harus dilakukan oleh pekerja tersebut untuk mengendalikan bahaya.
7)    Pertemuan K3
Pertemuan K3 berfungsi untuk mendorong keterlibatan pekerja dalam penyusunan program dan penentuan kebijakan yang berpengaruh pada keselamatan dan kesehatan kerja mereka.  Pada pertemuan K3 kita  mendapatkan komitmen dari pekerja bagaimana mencapai tujuan program secara selamat.
Pertemuan K3 akan efektif bilamana topik yang dibicarakan menekankan pada pengendalian/kontrol praktek-praktek tidak aman yang beresiko tinggi, yang menyebabkan terjadinya cedera serius maupun kerusakan harta benda yang besar.
8)    Penyelidikan Kecelakaan
Penyelidikan kecelakaan adalah proses penentuan oleh seorang atau lebih banyak orang yang memenuhi kualifikasi terhadap fakta dan latar belakang informasi yang siginifikan berkaitan terjadinya suatu kecelakaan, berdasarkan pernyataan yang diambil dari orang-orang yang terlibat, saksi-saki, pengamatan lapangan, pengamatan terhadap kendaraan dan permesinan atau peralatan.
a.    Semua kecelakaan atau insiden harus dilaporkan.
b.    Jenis kecelakaan dan penyelidikannya.
c.    Siapa yang harus diberitahu
d.    Pelaporan kepada instansi pemerintah
e.    Prosedur dan Acuan
f.     Prioritas setelah terjadi kecelakaan, tindakan apa saja yang harus diambil
g.    Pengumpulan informasi
h.    Analisa fakta
i.      Menentukan kontrol agar kejadian serupa tidak terulang
j.      Pelaporan dan distribusi laporan

2.5. Kriteria Kebijakan K3
Sebuah kebijakan yang baik harus memenuhi beberapa kriteria antara lain :
a.    Sesuai dengan resiko yang ada dalam perusahaan.
Kebijakan K3 tentu berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain, tergantung jenis bahaya yang ada dalam sebuah perusahaan tersebut. Sebagai contoh perusahaan yang bergerak dibidang kontraktor instalasi listrik akan mempunyai kebijakan yang berbeda dengan perusahaan/instansi pelayanan kesehatan masyarakat. Jika pada perusahaan kontaktor instalasi listrik akan membuat kebijakan tentang bahaya instalasi di gedung bertingkat maka pada perusahaan pelayanan kesehatan masyarakat tidak membuat kebijakan seperti itu, akan tetapi membuat kebijakan mengenai bahaya terhadap penularan penyakit tertentu oleh pasien. Kebijakan yang sesuai dengan resiko yang ada akan membuat kebijakan tersebut efektif dan bermanfaat.
b.    Menyesuaikan perkembangan teknologi.
Teknologi yang digunakan disebuah perusahaan semakin berkembang dewasa ini, sehubungan dengan itu kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja perlu mengikuti teknologi yang ada. Sebuah inovasi teknologi baru akan mempunyai resiko yang berbeda dengan teknologi sebelumnya maka perusahaan harus selalu menyesuaikan kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja seiring dengan berkembangnya teknologi yang dipakai dalam suatu perusahaan.
c.    Didokumentasikan, diimplementasikan dan dipelihara.
Kebijakan yang dibuat seharusnya didokumentasikan, artinya kebijakan tersebut dikemas dalam sebuah poster ataupun prosedur-prosedur penggunaan suatu alat yang dapat memberikan informasi kepada pembaca bahwa diperusahaan tersebut terdapat kebijakan yang harus diimplementasikan dan ditaati dalam setiap kegiatannya oleh semua warga perusahaan. Selain itu semua warga perusahaan wajib mempelihara kebijakan-kebijakan tersebut demi keselamatan dan kesehatan kerja semua warga perusahaan.

d.    Dikomunikasikan dengan baik.
Kebijakan yang dibuat telah dikomunikasikan kepada seluruh warga perusahaan dengan tujuan seluruh warga perusahaan memahami maksud dan tujuan kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja tersebut. Hal ini dapat dilakukan oleh pimpinan ataupun lembaga terkait yang bertanggung jawab atas kesehaatan dan keselamatn kerja di perusahaan tersebut dengan cara mengingatkan setiap apel pagi ataupun monitoring secara langsung saat karyawan bekerja.
e.    Telah disosialisasikan.
Kebijakan yang telah dibuat seharusnya telah disosialisasikan kepada seluruh warga perusahaan sehingga mereka tidak hanya mengetahui saja namun telah mempunyai kompetensi untuk mengimplementasikan secara baik dan benar dalam kegiatan setiap harinya. Ini dapat dicapai dengan adanya pelatihan dan sosialisasi singkat terhadap kebijakan yang ada.
f.     Kebijakan yang dibuat mencakup Kesehatan dan Keselamatan kerja pihak lain yang terlibat.
Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dibuat harus mengatur pihak lain yang terlibat seperti mitra bisnis, masyarakat sekitar, pemasok, pelanggan dan lain-lain yang tak jarang terlibat dalam perusahaan. Selain itu memastikan juga untuk mensosialisasikannya kepada pihak tersebut agar mereka mengetahui dan dapat mengimplementasikannya.
g.    Ditinjau ulang dengan interval waktu tertentu.
Kebijakan yang dibuat perlu ditinjau ulang dengan interval waktu tertentu untuk melihat apakah kebijakan tersebut masih relevan. Peninjauan ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang ada masih sesuai dengan teknologi dan kondisi yang ada. Sehingga kebijakan tersebut dapat diimplementasikan dengan tepat dan efisien. The main objectives of such monitoring are to:
(1)  identify real hazards;
(2)  determine the level of workers’ exposure to harmful agents;
(3)  prove compliance with regulatory requirements;
(4)  assess the need for control measures; and
(5)  ensure the efficiency of control measures in use. (Benjamin O. Alli, 2008: 68)
h.    Berlandaskan perundang-undangan yang berlaku.
Sebuah kebijakan seharusnya dibuat dengan pedoman Undang-undang yang berlaku di indonesia. Hal ini dimaksudkan agar kebijakan yang dibuat sesuai dan sejalan dengan undang-undang, serta kebijakan yang dibuat tidak menyalahi undang-undang, tidak menyalahi disini dalam artian kebijakan yang dibuat benar-benar mementingkan kesehatan dan keselamatan kerja seluruh warga perusahaan.

2.6.     Konsep Kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Organisasi buruh internasinal ILO mengeluarkan guidline untuk pelaksanaan OHS managemen mulai dari tingkat nasional sampai pada tingkat perusahaan. Menurut ILO-OSH guidline ini, kebijakan K3 tingkat nasional menekankan hal-hal berikut;
1.    Manajemen K3 harus merupakan bagian integral dari keseluruhan manajemen organisasi.
2.    Memfasiltasi kegiatan K3 baik tingkat nasional dan organisasi.
3.    Keterlibatan pekerja atau perwakilan pekerja pada tingkat organisasi.
4.    Melaksanakan perbaikan terus menerus terhadap biroksrasi, administrasi dan biaya.
5.    Kerjasama antar instansi terkait dalam kerangka manajemen K3
6.    Melakukan evaluasi berkala terhadap efektifitas kebijakan K3 nasional.
7.    Mempublikasikan manajemen K3
8.    Memastikan manajemen K3 diberlakukan sama terhadap kontraktor, pekerja kontrak dan pekerja tetap.
Kerangka konsep kebijakan OSH (K3) internasional menurut komite gabungan ILO dan WHO untuk Occupational Health Program K3 nasional harus memiliki tiga unsur yaitu; Program promosi budaya K3, Program Penguatan Sistem Manjemen K3, dan  Program Sasaran Penerapan. Ketiga program tersebut harus didukung oleh advokasi promosi, perundang-undangan, pengawasan dan tenaga ahli dibidang K3. Dalam membuat kebijakan nasional, pemerintah harus mengacu pada peraturan-perturan international seperti WHO dan ILO. Pemerintah juga harus membentuk Dewan Penesehat K3 untuk membantu membuat kebijakan atau program K3 [Takala.J, 2007].

2.7. Penyusunan Kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
1. Penetapan kebijakan K3 dilakukan melalui:
a. tinjauan awal kondisi K3, dan
b. proses konsultasi antara pengurus dan wakil pekerja/buruh. 
2. Kebijakan K3 harus:
a.    disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan;
b.    tertulis, tertanggal dan ditanda tangani;
c.    secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3;
d.    dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja/buruh, tamu, kontraktor, pemasok dan pelanggan;
e.    terdokumentasi dan terpelihara dengan baik; 
f.     bersifat dinamik; dan
g.    ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut  masih sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan peraturan perundang-undangan.
3. Ketentuan tersebut pada angka 3 huruf a sampai dengan e diadakan peninjauan ulang secara teratur.
4. Setiap tingkat pimpinan dalam perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap K3 sehingga SMK3 berhasil diterapkan dan dikembangkan.
5. Setiap pekerja/buruh dan orang lain yang berada ditempat kerja harus berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan K3.
Tidak ada upaya SMK3 tanpa kerja sama, dukungan dan komitmen dari pekerja. Mereka adalah orang-orang yang berada di kantor atau di lantai pabrik, melakukan pekerjaan. Mereka merupakan mitra penting dalam proses atau menciptakan kebijakan K3. Sebagai pemilik perusahaan dan manajer mempunyai tanggung jawab akhir untuk keselamatan dan kesehatan kerja, itu adalah kepentingan mereka  untuk mengambil inisiatif untuk memulai proses pembuatannya. Namun, ini harus dilakukan ke depan dalam konsultasi dengan pekerja dan perwakilan mereka. Melalui organisasi K3 atau P2K3 semua dapat berjalan sebagaimana mestinya.

2.8.  Bagian-bagian kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Sebuah kebijakan K3 yang efektif terdiri dari dua tingkatan:
a.    Pada tingkat prinsip umum, menggaris bawahi menghormati kebutuhan dasardari semua pekerja dan tindakan membimbing;
b.    pada tingkat rinci, memberikan pertanyaan dan tanggapan terhadap "siapa, apa, kapan, mengapa, dimana dan bagaimana," langkah-langkah spesifik untuk keadaan tertentu (seperti mengalokasikan pekerja hamil untuk pekerjaan yang tidak akan membahayakan pertumbuhan bayi mereka.)  Sebuah kebijakan K3 ditulis umumnya memiliki tiga bagian besar:
c.    Sebuah bagian pernyataan atau prinsip
d.    (mungkin satu halaman)-menetapkan bagaimana keselamatan secara keseluruhan akan dikelola dan jelas menyatakan komitmen organisasi terhadap keselamatan dan kesehatan;
e.    Sebuah Bagian organisasi
rincian siapa yang bertanggung jawab untuk apa dan bagaimana karyawan dan perwakilan mereka masuk ke dalam sistem manajemen keselematan secara keseluruhan. Dalam usaha kecil, merupakan hal mungkin bahwa bagian ini akan berisi hanya satu atau dua nama, karena sebagian besar tanggung jawab akan dialokasikan kepada orang-orang;
f.     Sebuah bagian pengaturan
rincian tentang bagaimana kegiatan-kegiatan khusus, fungsi dan masalah yang akan dikelola, seperti:
1.    Identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko;
2.    program pemantauan, audit, inspeksi;
3.    prosedur tanggap  darurat;
4.    pertolongan pertama;
5.    pelaporan dan investigasi kecelakaan / insiden ;
6.    keselamatan untuk operasional tertentu atau misalnya peralatan listrik aman, bahan berbahaya dan penanganan manual;
7.    bagaimana kemajuan tentang keselamatan dan kesehatan akan diukur dan Kebijakan akan dievaluasi.

2.9.     Menentukan penanggung jawab Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Sebuah kebijakan K3 yang baik akan memberikan panduan yang jelas dan dapat diikuti, akan mengurangi kecelakaan dan kasus-kasus penyakit akibat kerja. Kunci kesuksesan adalah program diimplementasikan dan dipelihara.  Jadi, salah satu hal yang paling penting untuk memutuskan untuk  menulis kebijakan adalah siapa yang akan bertanggung jawab.

2.10.  Tanggung Jawab Manajemen Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Kita telah membahas fakta bahwa tanggung jawab akhir di tempat kerja agar selamat dan sehat terletak pada manajemen dan pemilik perusahaan. Untuk itu beberapa hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1.    Kebijakan K3 : 
Pastikan semua tingkat manajemen dan seluruh pekerja tahu isi  dan mengikuti kebijakan K3, tanpa kecuali.
2.    Penyediaan Sumber Daya : 
Menyediakan fasilitas yang memadai dan sumber daya sehingga kebijakan kesehatan dan keselamatan dapat diimplementasikan dengan baik –termasuk anggaran, personil, pelatihan, kesempatan meningkatkan kualitas dan wadah untuk berpartisipasi dalam perencanaan, evaluasi pelaksanaan, dan tindakan menuju perbaikan.
3.    Kebijakan pelatihan K3: 
Pelatihan K3 harus dimulai dengan orientasi karyawan, ketika seorang karyawan baru atau ditransfer ke pekerjaan baru. Sesi  orientasi  yang berkaitan dengan K3 biasanya harus mencakup:
a.      Prosedur darurat;
b.      Lokasi  pertolongan pertama;
c.      Tanggung jawab K3;
d.      Pelaporan cedera, kondisi tidak aman dan tindakan tidak aman;
e.      Penggunaan peralatan pelindung diri (APD);
f.       Hak untuk menolak pekerjaan yang berbahaya;
g.      Bahaya, termasuk di luar area kerja mereka sendiri;
h.      Alasan untuk setiap aturan K3.
Pekerja tidak harus dilihat sebagai pengamat dalam K3. Mereka bertanggung jawab untuk melindungi keselamatan dan kesehatan mereka sendiri di tempat kerja sehingga mereka perlu mengambil bagian dalam memastikan berfungsinya kebijakan K3. Untuk melakukan ini, mereka perlu menyadari dan memahami berbagai bahaya kesehatan dan keselamatan, standar dan praktek praktek yang relevan dengan pekerjaan mereka.

2.11.  Tanggung jawab pekerja meliputi
a.       Menghormati semua peraturan kesehatan dan  keselamatan;
b.       Mengidentifikasi potensi  resiko / bahaya pada workstation mereka;
c.       Berpartisipasi dalam Komite K3 bersama ;
d.       Menciptakan kesadaran di antara rekan sekerja, termasuk  yang baru, tentang budaya K3 yang dipromosikan dan diharapkan di tempat kerja mereka.

2.12. Manfaat Penerapan Sistem Manajemen K3
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, beberapa diantaranya adalah:
1. Melindungi Pekerja
Tujuan utama penerapan SMK3 adalah untuk melindungi pekerja dari segala bentuk kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Bagaimanapun pekerja adalah asset perusahaan yang paling penting. Dengan menerapkan K3 angka kecelakaan dapat dikurangi atau ditiadakan sama sekali, hal ini juga akan menguntungkan bagi perusahaan, karena pekerja yang merasa aman dari ancaman kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja akan bekerja lebih bersemangat dan produktif.

2. Patuh Terhadap Peraturan dan Undang-Undang
Perusahaan-perusahaan yang mematuhi peraturan atau perundang-undangan yang berlaku pada umumnya terlihat lebih sehat dan exist. Karena bagaimanapun peraturan atau perundang-undangan yang dibuat bertujuan untuk kebaikan semua pihak. Dengan mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku maka perusahaan akan lebih tertib dan hal ini dapat meningkatkan citra baik perusahaan itu sendiri. Berapa banyak perusahaan yang melakukan pembangkangan terhadap peraturan yang berlaku mengalami kebangkrutan atau kerugian karena mengalami banyak permasalahan baik dengan karyawan, pemerintah dan lingkungan setempat.
3. Meningkatkan Kepercayaan dan Kepuasan Pelanggan
Penerapan SMK3 secara baik akan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Betapa banyak pelanggan yang mensyaratkan para pemasok atau supplier mereka untuk menerapkan SMK3 atau OHSAS 18001. Karena penerapan SMK3 akan dapat menjamin proses yang aman, tertib dan bersih sehingga bisa meningkatkan kualitas dan mengurangi produk cacat. Para pekerja akan bekerja secara lebih baik, karena mereka terlindungi dengan baik sehingga bisa lebih produktif. Kecelakaan dapat dihindari sehingga bisa menjamin perusahaan beroperasi secara penuh dan normal untuk menjamin kontinuitas supplai kepada pelanggan. Tidak jarang pelanggan melakukan audit K3 kepada para pemasok mereka untuk memastikan bahwa pekerja terlindungi dengan baik dan proses produksi dilakukan secara aman. Tujuan mereka tidak lain adalah untuk memastikan bahwa mereka sedang berbisnis dengan perusahaan yang bisa menjamin kontinuitas supplai bahan baku mereka. Disamping itu dengan memiliki sertifikat SMK3 atau OHSAS 18001 akan dapat meningkatkan citra perusahaan sehingga pelanggan semakin percaya terhadap perusahaan tersebut.
4.  Membuat  Sistem Manajemen yang Efektif
Dengan menerapkan SMK3 atau OHSAS 18001 maka sistem manajemen keselamatan akan tertata dengan baik dan efektif. Karena didalam SMK3 ataupun OHSAS 18001 dipersyaratkan adanya prosedur yang terdokumentasi, sehingga segala aktifitas dan kegiatan yang dilakukan akan terorganisir, terarah, berada dalam koridor yang teratur dan dilakukan secara konsisten. Rekaman-rekaman sebagai bukti penerapan sistem disimpan untuk memudahkan pembuktian identifikasi akar masalah ketidaksesuaian. Sehingga analysis atau identifikasi ketidaksesuaian tidak berlarut-larut dan melebar menjadi tidak terarah, yang pada akhirnya memberikan rekomendasi yang tidak tepat atau tidak menyelesaikan masalah. Dalam sistem ini juga dipersyaratkan untuk dilakukan perencanaan, pengendalian, tinjau ulang, umpan balik, perbaikan dan pencegahan. Semua itu merupakan bentuk sistem manajemen yang efektif. Sistem ini juga meminta komitmen manajemen dan partisipasi dari semua karyawan, sehingga totalitas keterlibatan line manajemen dengan pekerja sangat dituntut dalam menjalankan semua program yang berkaitan dengan K3. Keterlibatan secara totalitas ini akan memberikan lebih banyak peluang untuk melakukan peningkatan atau perbaikkan yang lebih efektif bagi perusahaan.



BAB. III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
Dari tinjauan pustaka dan pembahasan Kebijakan Kesehatan Keselamatan Kerja rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan/kepemimpinan dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera yang meliputi; Kriteria, Peraturan dan Perundang-undangan, Konsep, Penyusunan pembagian, pertanggung jawaban Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

3.2. Saran
Dalam Kebijakan Kesehatan Keselamatan Kerja yang menjadi saran makala adalah sebagai berikut;
a.      Penerapan nilai-nilai serta Kriteria Kebijakan Kesehatan Keselamatan Kerja
b.      Pelaksanaan Hukum Peraturan dan Perundang-undangan ketenaga kerjaan
c.      Penerapan Konsep Kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja di berbagai lini
d.      Penyusunan Kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja
e.      Penataan secara sistematis bagian-bagian kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja
f.       penentukan tanggung jawab Keselamatan dan kesehatan kerja di berbagai lini
g.      Pertanggung Jawaban manejemen yang terstruktur Manajemen Keselamatan dan kesehatan kerja
h.      Mensosialisasikan tanggung jawab jawab pekerja










Daftar Putaka

1.    Kemenkes RI, (2015) Situasi Kesehatan Kerja. Pusat Data Kementerian Kesehatan RI. Jakarta;
2.    Lynda Robson,Judy Clarke, Kimberley dkk (2005). The Effectiveness of Occupational Health and Safety Management Systems: A Systematic Review.,Institute for Work & Health, Toronto and University of York, England;
3.    Robert Asher, (2014).Occupational Health & Safety Management Systems – When are they good for your health?. New Solutions, Vol. 24(3) 279-301;
4.    Febyana Pangkey, Grace Y. Malingkas, D.O.R. Walangitan, (2012). Penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan Kerja (SMK3) Pada Proyek Konstruksi Di Indonesia. Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol. 2, No. 2. ISSN 2087-9334 (100-113) Teknik Sipil Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi. Manado.
5.    Lynda S. Robson,  Judith A. Clarke, Kimberley Cullen dkk. (2007).The eectiveness of occupational health and safety management system interventions: Journal Alseiver  Safety Science DOI:10.1016/j.ssci.2006.07.003
6.    International Labour Organization.(2013). Adanya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Sarana Untuk Produktifitas.International Labour Organization Jakarta.
7.    Weni Rosdiana, Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. Pertamina (PERSERO) Unit Pemasaran II Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Ilmu Administrasi Negara, FIS, UNESA.
8.    Bobby Rocky, (2013). Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Pelaksanaan Proyek Konstruksi (Studi Kasus: Proyek PT. Trakindo utama) ;Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.6, Mei 2013 (430-433)
9.    International Labour Organization’s (2013). The International Labour Organization’s Fundamental Conventions . Infocus Programme On Promoting The Declaration. International Labour Organization’s
10.  WHO (2007). Workers’ health: global plan of action; Sixtieth World Health Assembly. WHO
11.  Riyan Agus Setiyono,(2016) Kebijakan Dan Implementasi K3 Nasional Bagi Tenaga Kerja Indonesia http://riyan.blogs.uny.ac.id di Akses 22 desember 2016.
12.  Hope Taderera (2012). Occupational Health and Safety Management Systems: Institutional and Regulatory Frameworks in Zimbabwe. International Journal Of Human Resource Studies ISSN 2162-3058 99, Vol. 2, No. 4;
13.  Hanny Siagian, (2012). Integrasi etika bisnis dalam manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Jurnal Wira Ekonomi Mikroskil Volume 2, Nomor 01, Jakarta
14.  Health and Safety Authority (2006).Workplace Safety And Health Management  Practical Guidelines On The Implementation And Maintenance Of An Occupational Safety, Health And Welfare Management System, Published by the Health and Safety Authority, 10 Hogan Place, Dublin
15.  Anthony D. LaMontagne, Improving Occupational Health & Safety Policy Through Intervention Research Centre for the Study of Health & Society School of Population Health, University of Melbourne Melbourne.