Langsung ke konten utama

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PERLINDUNGAN BIOSFER DI NAPU PROVINSI SULAWESI TENGAH

 PENDAHULUAN

Dalam perkembangannya  semakin banyak lahir program lingkungan internasional dari badanbadan khusus organisasi internasional, salah satunya adalah UNESCO yang merancang suatu program untuk menjawab permasalahan lingkungan hidup melalui program cagar biosfer atau yang lebih dikenal dengan Man And Biosphere (MAB) Programme, dengan tujuan untuk menyelaraskan konservasi keanekaragaman hayati, pencaharian bagi perkembangan ekonomi dan sosial sekaligus melestarikan nilai-nilai budaya terkait. Cagar Biosfer adalah ekosistem daratan dan pesisir atau laut atau kombinasi lebih dari satu tipe ekosistem, yang secara internasional diakui keberadaannya sebagai bagian dari Man And Biosphere (MAB) Programme UNESCO sesuai dengan kerangka hukum.

Tanggung jawab  pemerintah terhadap kawasan cagar biosfer  salah satu bentuk pertanggungjawaban adalah dengan mengaktifkan dan mengontrol institusiinstitusi serta membuat kebijakan ini berarti lembaga menyediakan kebijakan yang melibatkan peran masyarakat, Aturan tersebut untuk membantu masyarkat untuk dapat hidup bersama dengan alam. Salah satu tujuan hukum adalah untuk menetapkan aturan yang akan meningkatkan prediktabilitas suatu kepastian hasil. Tujuan hukum internasioanl adalah untuk memfasilitasi interaksi Negara dengan negara lainagar tidak mendapat gangguan dan hubungan buruk karena tujuan utama dari Negara-negara bbersatu adalah untuk menjaga perdamaian. Berbagai organisasi internasional dan perjanjian telah diadopsi dengan tujuan mengkoordinasikan interaks Negara dengan itikad baik yang diharapkan.

II.            PENGERTIAN  BIOSFER
Pengertian Biosfer, secara etimologi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu “bio” yang berarti hidup dan “sphere” yang berarti lapisan. Jadi, biosfer adalah lapisan tempat hidup (habitat) makhluk hidup. Biosfer meliputi lapisan litosfer, hidrosfer, dan atmosfer. Ketiga lapisan tersebut saling berinteraksi dan membentuk lapisan biosfer tempat ditemukannya kehidupan di bumi. 

III.           PEMBAHASAN

A.   Cagar Biosfer di Indonesia

Cagar Biosfer (Biosphere Reserves) merupakan situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerjasama program MAB-UNESCO (Man and The Biosphere Programme United Nations Education Social and Cultural Organization) untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan, berdasarkan pada upaya masyarakat lokal dan ilmu pengetahuan yang handal.
Cagar Biosfer menjadi kawasan yang menggambarkan keselarasan hubungan antara pembangunan ekonomi, pemberdayaan masyarakat dan perlindungan lingkungan, melalui kemitraan antara manusia dan alam, cagar biosfer adalah kawasan yang ideal untuk menguji dan mendemonstrasikan pendekatan-pendekatan yang mengarah kepada pembangunan yang berkelanjutan pada tingkat regional.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem sumber daya alam hayati Indonesia dan ekosistemnya yang mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan, oleh karena itu perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras, serasi dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya, baik masa kini maupun masa depan, pembangunan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai unsur-unsur sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada dasarnya saling tergantung antara satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi sehingga kerusakan dan kepunahan salah satu unsur akan berakibat terganggunya ekosistem, bahwa untuk menjaga agar pemanfaatan sumber daya alam hayati dapat berlangsung dengan cara sebaik-baiknya, maka diperlukan langkah-langkah konservasi sehingga sumber daya alam hayati dan ekosistemnya selalu terpelihara dan mampu mewujudkan keseimbangan serta melekat dengan pembangunan itu sendiri.
B.   Cagar Biosfer Lindu
Cagar Biosfer Lore Lindu. Ditunjuk pada tahun 1977, Cagar Biosfer Lore Lindu terdapat di Taman Nasional Lore Lindu (Sulawesi Tengah) dengan kawasan inti seluas 229.000 ha yang ditetapkan pada tahun 1993.
Lore Lindu merupakan  salah satu Taman Nasional di Indonesia yang terdapat di Propinsi Sulawesi Tengah dengan luas 229.177,5 ha. Kawasan konservasi terbesar di Sulawesi Tengah dan merupakan salah satu perwakilan untuk keanekaragaman hayati di bioregion Wallacea. Kawasan Cagar Biosfer Lore Lindu memiliki topografi sangat bervariasi antara kawasan yang datar, bergelombang, berbukit dan bergunung-gunung dengan kisaran ketinggian antara 500 - 2.600 m dpl.  Puncak gunung tertinggi adalah G. Rorekatimbu (± 2.610 m dpl.) dan G. Nokilalaki (± 2.355 m dpl.)
Berdasarkan peraturan  daerah  Propinsi  Sulawesi  Tengah Nomor 6 tahun 2006 bahwa kawasan taman nasional lore lindu berada dalam lintas wilayah kebupaten yang merupakan kewenangan Propinsi. bahwa untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati kawasan Taman Nasional Lore Lindu perlu penetapan dan pengelolaan Daerah Penyangga.
Dari hasil penelitian PURWANINGSIH dan RAZALI YUSUF (2004) bahwa  Secara keseluruhan di lokasi penelitian TN Lore Lindu, Sulawesi Tengah terdapat ± 85 jenis pohon, yang termasuk dalam 64 marga dan 38 suku. Spesies (jenis) yang umum dijumpai adalah Dracontomelon da’o, A. odoratissima, Aglaia tomentosa, Palaquium obovatum, Planchonella nitida, dan Pterospermum celebicum. Permudaan spesies menunjukkan adanya anak pohon sebanyak 93 spesies, terdiri dari 74 marga dan 46 suku. Spesies anak pohon yang mudah dijumpai adalah Mallotus laevigatus, Antiaris toxicaria, Celtis philippensis, Macaranga hispida, Dendrocnide stimulans, Aglaia tomentosa, dan Syzygium policephalloides. Struktur hutan dapat diperiksa berdasarkan kelas diameter dan tinggi batang, dimana kebanyakan pohon berukuran kecil, meskipun terdapat pula beberapa pohon besar dengan diameter > 100 cm dan tinggi sekitar 50 m.
Berdasarkan penelitian Y. Purwanto dkk (2012) bahwa Perubahan Iklim memberikan gambaran bahwa kondisi iklim secara lokal telah mengalami perubahan dibandingkan beberapa periode lalu. Masyarakat lokal tidak secara lugas dapat memahami kondisi perubahan iklim, namun mereka merasakan adanya perubahan iklim yang terjadi di sekitar kawasan tempat tinggal dan aktivitas mereka. Pandangan masyarakat lokal atas perubahan iklim dipahami sebagai suatu kondisi ketidakpastian atas perubahan cuaca dan suhu, walaupun perubahan tersebut menyebabkan terjadinya pola pengelolaan usaha pertanian. Langkah mitigasi sebagai dasar menyusun strategi adaptasi telah dilakukan masyarakat, salah satunya dengan menyesuaikan jenis tanaman. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat lokal berupaya melakukan inovasi atas usaha pertanian yang dijalankan, walaupun bukan menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan usaha pertanian. Dengan memahami berbagai kondisi sosial budaya masyarakat lokal maka tulisan ini menyimpulkan beberapa hal.
Pertama, masyarakat lokal memiliki pengetahuan yang baik tentang sumberdaya hayati meliputi keanekaragamannya, pemanfaatan- nya dan potensinya. Sebagai contoh masyarakat di Lembah Napu mengenal dan memanfaatkan lebih dari 300 jenis tumbuhan berguna untuk memenuhi kehidupannya sebagai bahan pangan, bahan pakaian, bahan bangunan, bahan obat tradisional, bahan pewarna, bahan ritual, bahan kayu bakar, bahan kosmetika, bahan tali dan lain-lainnya. 
Kedua, sebagian besar masyarakat Napu di Cagar Biosfer Lore Lindu memiliki pengetahuan terhadap musim dan perilakunya. Masyarakat di Cagar Biosfer Lore Lindu sebagai masyarakat petani mengenal perilaku musim di kawasannya, sehingga mereka beradaptasi dengan menciptakan pola dan waktu tanam budidaya padi. 
Ketiga, masyarakat lokal memiliki pengetahuan tentang perubahan variabel iklim dan pengaruhnya terhadap kegiatan produksinya walaupun pengetahuan tersebut baru terbatas pada gejala yang ditimbulkannya. Misalnya masyarakat Napu di Cagar Biosfer Lore Lindu mengenal perubahan iklim dengan indikasi kemarau panjang, hujan yang sangat deras, suhu udara semakin panas dan cuaca yang sulit diprediksi. 
Keempat, masyarakat Napu mengetahui dengan baik akibat yang ditimbulkan oleh perubahan iklim terhadap kegiatan produksinya. Misalnya masyarakat Napu mengetahui pengaruh kekeringan panjang dan kelebihan hujan terhadap produksi kopi dan coklat.
Kelima, masyarakat Napu di Cagar Biosfer Lore Lindu telah mengembangkan strategi adaptasi terhadap fenomena perubahan iklim dengan mengadaptasikan atau mengurangi kerugian kegiatan produksinya dengan berbagai cara. Misalnya masyarakat Napu melakukan pemangkasan dan pembersihan kebun coklat dan pembuatan saluran drainase apabila terjadi curah hujan yang berlebihan.

IV.          KESMPULAN
Dari hasil pembahasan bahwa;
a.    Dengan adanya kebijakan pemerintah yaitu Undang-Undang Nomor 5 tahun dan peraturan peraturan  daerah  Propinsi  Sulawesi  Tengah Nomor 6 tahun 2006 yang menjadi acuan dalam pelaksanaan cagar biosfer di indonesia khususnya cagar Biosfer Lindu.

b.    Dari penelitian yang dilakukan oleh PURWANINGSIH dan RAZALI YUSUF serta Y. Purwanto dkk (2012) tergambar keaneragaman ekosistim dan masyarakat di Lindu menjaga kelestarian alam cagar biosfer di lindu.

Komentar